Rencana Pembangunan PLTN di Kalbar: Target Operasional 2032
BORNEOBAARU.ID – Pemerintah Indonesia mulai memantapkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama. Kalimantan Barat sendiri disebut sebagai salah satu kandidat lokasinya. Pengumuman ini muncul dalam pembahasan RUPTL dan pernyataan pejabat Kementerian ESDM. Proyek PLTN menargetkan unit komersial pertama beroperasi pada awal 2030-an, sebagai bagian dari diversifikasi sumber energi nasional.
Tujuan dari proyek ini ialah menambah kapasitas listrik sekaligus mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil. Selain itu, lembaga riset seperti BRIN menyebutkan bahwa ada dorongan untuk mengembangkan kapasitas teknologi nuklir lokal. Proyek ini juga dapat mentransfer teknologi dan pelatihan SDM dengan bekerja sama dengan negara maju.
Baca Juga: Data BPS Ungkap Ketapang Memiliki Sawit Terluas Di Kalbar
Meskipun demikian, rencana ini terdengar terlalu ambisius karena Indonesia belum memiliki infrastruktur nuklir yang memadai.
Secara teknis dan regulasi, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah memulai kegiatan pemetaan baseline lingkungan untuk calon lokasi di Kalbar. Hal ini merupakan langkah penting sebelum studi kelayakan final.
Pemerintah melalui BAPETEN menyebut bahwa PLTN pertama ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2032. Namun, ada dorongan untuk mempercepat target proyek tersebut. Menurut pernyataan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada awal 2025, pemerintah mempertimbangkan agar pembangunan PLTN bisa dimulai sedini 2029.
Saat ini salah satu prasyarat penting ialah pembentukan badan pelaksana nuklir, yaitu Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO).
Dampak lingkungan dan sosial jadi perhatian utama bagi masyarakat Kalimantan Barat. PLTN ini berpotensi menyebabkan pencemaran termal dan risiko bagi ekosistem pesisir jika tapak dipilih dekat laut.
Baca Juga: Kalimantan Barat Kehilangan 61% Tutupan Hutan
Selain itu, persepsi risiko dan penerimaan publik menunjukkan kerentanan terhadap penolakan jika transparansi, kompensasi, dan partisipasi masyarakat tidak dijamin.
Di sisi ekonomi, proyek ini bisa mendorong investasi besar, lapangan kerja konstruksi dan operasional, serta pengembangan industri penunjang di Kalbar.
Tetapi manfaat tersebut bisa timpang jika tenaga kerja lokal tidak diberdayakan atau jika lahan produktif terganggu. Pemerintah perlu skema benefit-sharing, pelatihan vokasi, dan jaminan keselamatan sosial untuk warga terdampak.
PLTN di Kalimantan Barat menyimpan peluang untuk menambah pasokan listrik bersih dan mendorong pengembangan teknologi nasional. Namun risikonya perlu diperhatikan, seperti lingkungan, sosial, dan regulasi, harus ditangani dengan bukti ilmiah, transparansi publik, dan tata kelola ketat.


