Praperadilan Gugurkan Status Tersangka Tambang Ilegal KRUS Samarinda
BORNEOBARU.ID – Pengadilan Negeri Samarinda memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap Dariah dan Edi dalam kasus dugaan tambang ilegal di kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) cacat prosedur. Sehingga status kedua tersangka dinyatakan gugur lewat putusan praperadilan.
Hakim menilai proses yang dilakukan Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Wilayah Kalimantan tidak memenuhi ketentuan hukum acara. Karena itu, penetapan tersangka, penahanan, dan beberapa tindakan penyitaan dianggap tidak sah.
Baca Juga: Buang Sampah Sembarangan di Balikpapan, Siap-Siap Denda Rp5 Juta dan Kurungan 3 Bulan
Kasus ini berawal dari penindakan yang dilakukan tim Gakkumhut pada 19 Juli 2025. Ketika Dariah (inisial D, diduga sebagai direktur PT TAA) dan Edi (inisial E, diduga penanggung jawab alat berat) diamankan.
Kemudian keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait pembabatan dan penambangan di kawasan KHDTK Diklathut Unmul seluas sekitar 3,26 hektare.
Gakkumhut sempat merilis keterangan resmi soal penangkapan dan status penetapan tersangka tersebut.
Majelis hakim mengungkapkan bahwa terdapat cacat prosedur yang mendasar. Pertama, alat bukti yang terkumpul tidak memenuhi syarat, yaitu minimal dua alat bukti. Kemudian, tidak ada koordinasi yang memadai antara penyidik Gakkumhut dengan aparat kepolisian. Selanjutnya, terdapat kekeliruan pada proses pemanggilan dan pembawaan saksi.
Oleh karena itu, hakim mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan kuasa hukum kedua pihak.
Baca Juga: Maskulinitas Orangutan: Flanged Males dan Pesona Visual
Laura, Kuasa hukum Dariah dan Edi, menegaskan bahwa kliennya dibebaskan karena prosedur penetapan tersangka oleh Gakkumhut tidak sesuai aturan. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga tidak diterbitkan.
Di sisi lain, dokumen rilis resmi Gakkumhut yang dikeluarkan ketika penangkapan menyatakan bahwa kedua orang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polresta Samarinda. Penyidik menilai ada bukti serta alasan yang cukup untuk melakukan tindakan penegakan hukum pada saat itu.
Perbedaan kronologi dan cara penanganan antara pejabat penegak hukum kehutanan dan temuan majelis hakim menyoroti perlunya klarifikasi teknis antar-institusi penegak hukum.
Kasus KRUS sendiri menunjukkan kompleksitas penegakan hukum lingkungan di Kalimantan. Selain tindakan Gakkumhut, penyelidikan di tingkat kepolisian juga berjalan dan sebelumnya Polda Kaltim menetapkan tersangka lain terkait perambahan tersebut.
Pengamat dan pihak kampus (Fahutan Unmul) menuntut agar proses hukum berikutnya transparan dan menghormati prosedur. Tak hanya itu, pihak berwajib juga perlu memastikan pemulihan kawasan serta kepastian hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan.