Penolakan Di Balikpapan: PBB Naik, Beras Langka, Dan Infrastruktur Rusak
BORNEOBARU.ID – Berbagai isu ekonomi dan infrastruktur kembali memicu penolakan publik di Balikpapan, salah satunya rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, gelombang penolakan dilatarbelakangi oleh kelangkaan/mahalnya beras, dan kondisi jalan rusak di kawasan Muara Rapak.
Menanggapi hal tersebut, puluhan mahasiswa dari berbagai aliansi menggelar aksi di halaman Pemkot Balikpapan. Massa mengecam rencana penyesuaian PBB yang dinilai sangat membebani masyarakat. Sebab, harga pangan yang masih bergejolak dan infrastruktur di Tanjakan Rapak belum dituntaskan.
Baca Juga: Terekam CCTV Pencobaan Pencurian, Pelaku Bersenjata Panik Tinggalkan Sandal
Aksi ini terdokumentasi oleh sejumlah media lokal dan siaran langsung warganet. Peristiwa ini menandai eskalasi kritik publik terhadap sinkronisasi kebijakan fiskal daerah dengan layanan dasar yang dirasakan warga.
Pemerintah kota merespons tekanan publik dengan menunda rencana kenaikan PBB-P2. Pemkot mengungkapkan bahwa ini dilakukan demi pembaruan NJOP dan arahan pusat.
Penundaan ini juga sejalan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri pada 14 Agustus 2025. Di mana, surat tersebut meminta kepala daerah mengantisipasi polemik PBB di tengah pemulihan ekonomi dan kenaikan biaya hidup.
Meskipun demikian, mahasiswa menilai bahwa penundaan ini bukan solusi. Potensi terjadinya kenaikan akan tetap ada, jika formula dan timing kebijakan tidak direvisi dengan transparan dan berdasarkan daya beli terkini.
Tidak hanya itu, isu pangan menambah tekanan. Dalam dua pekan terakhir, media daerah melaporkan beras premium sulit ditemukan di Balikpapan. Situasi ini mendorong Pemkot dan Bulog menggencarkan penyaluran beras SPHP sebagai substitusi yang lebih terjangkau.
Satgas Pangan Polresta turut menggelar pasar murah, antara lain 2 ton beras SPHP ludes terjual pada satu kegiatan. Sementara itu, kanal resmi kepolisian menegaskan stok SPHP tersedia di polsek dan pasar, dijual sesuai ketentuan harga.
Di level kebijakan nasional, operasi SPHP memang diproyeksikan menahan lonjakan harga beras premium yang dilaporkan masih mahal di sejumlah ritel dan pasar.
Baca Juga: Dana LPJU Rp3 Miliar, Warga Ketapang Masih Gelap di Malam Hari
Hal lain lagi yang menjadi sorotan mahasiswa dan masyarakat ialah kualitas infrastruktur di Muara Rapak. Jalan yang menanjak/menurun dipenuhi oleh truk yang merusak permukaan jalan dan mengancam keselamatan. Video lapangan dari media lokal menunjukkan kerusakan aspal di ruas Soekarno–Hatta sekitar Tanjakan Rapak, memicu imbauan kewaspadaan berkendara.
Pemerintah juga sudah menggulirkan opsi solusi untuk merekayasa lalu lintas. Perencanaan ini dikarenakan adanya kecelakaan beruntun beberapa tahun yang lalu. Mirisnya, status proyek besar tersebut masih belum final di awal tahun 2025. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepastian pendanaan dan perbaikan.
Mahasiswa menautkan tiga isu sebagai “satu paket beban warga”: pajak yang berpotensi naik, beras yang sulit terjangkau, dan jalan yang membahayakan. Hal ini dibarengi dengan menuntut koreksi kebijakan fiskal berbasis kemampuan bayar, percepatan stabilisasi harga beras lewat SPHP/operasi pasar yang rutin dan merata, serta kepastian proyek pengurai kemacetan/risiko di Muara Rapak.
Pemerintah kota menyatakan komitmen melanjutkan mitigasi harga pangan, memperkuat pasar murah/SPHP, dan menunda kenaikan PBB sembari mengevaluasi parameter NJOP. Di saat yang sama, publik meminta transparansi road map perbaikan fisik ruas Rapak berikut tenggat pengerjaannya.
Dengan demikian, inti perdebatan bukan sekadar “naik atau tidaknya PBB”, melainkan konsistensi antara pungutan publik, ketersediaan pangan pokok, dan keselamatan berkendara.