Mimpi Mencerdaskan Bangsa di Tengah Budaya Korupsi: Sebuah Refleksi

Borneobaru.id – Dunia Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami ujian berat. Di tengah upaya menciptakan sebuah sistem Pendidikan yang tepat, berbagai tantangan terus berdatangan, baik dari internal maupun eksternal. Tantangan dari internal mulai dari Sumber daya manusia, regulator yang kompetensinya tidak merata, inkonsistensi program, dan perubahan kebijakan yang ajeg terjadi menciptkan berbagai gejolak dalam pelaksanaan Pendidikan. Dari sisi eksternal, perubahan situasi global yang cepat dan tekanan ekonomi menjadikan bangsa ini tertatih-tatih untuk mendekati standar “maju” bangsa di dunia.
Dalam kondisi yang tidak menentu seperti sekarang, munculnya kasus korupsi yang belakangan ini menjadi perbincangan bahkan sudah masuk ke ranah meja hijau, menambah daftar tantangan yang harus dihadapi. Korupsi yang terjadi dalam Kementerian Pendidikan merusak dan menghancurkan dunia Pendidikan dari sektor internal. Meski masih menjadi dugaan, penentuan tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook nyatanya cukup meresahkan. Sungguh, hal ini harus menjadi momen refleksi bagi kita sebuah bangsa. Bangsa yang menjunjung semangat Pancasila dalam setiap nafas kehidupan, Maka patutlah kita merenungkan apakah cita-cita untuk mewujudkan kecerdasan bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 masih relevan dengan situasi ini? Apakah setiap Gerak kebijakan dan sistem yang ada ini sudah mengarah ke sana?
Kasus korupsi yang terjadi di beberapa sektor Pendidikan, seperti pungli, penyelewengan dana BOS, dan suap menjadi ancaman yang serius bagi dunia Pendidikan di Indonesia. Fitroh Rochayanto dalam Webinar Pendidikan Antikorupsi: Dunia Pendidikan Berperan dalam Melawan State Capture Corruption menyatakan bahwa korupsi itu bukan hanya tentang pencurian uang negara, tetapi juga bisa menjadi alat sistematis untuk menguasai negara dari dalam, menghancurkan dasar kebijakan publik, dan juga mencuri masa depan bangsa (KPK.go.id). Ini menjadi ironi, dunia Pendidikan yang diharapkan menjadi tulang punggung pembentukan karakter Manusia Indonesia yang antikorupsi justru menjadi tempat terjadinya korupsi.
Korupsi yang terjadi di dunia Pendidikan melahirkan dampak yang serius dan sistemik. Hal ini bisa dianalogikan seperti permainan estafet tepung atau air yang hasil akhirnya digunakan untuk memasak tempe goreng tepung. Semua peralatan sudah tersedia di meja tempat peserta terakhir menunggu kecuali air dan tepung yang perlu disalurkan oleh peserta yang lain. Dalam proses penyaluran, beberapa orang dalam barisan tanpa melihat, mengamati posisi, dan memperhitungkan ketepatan langsung menyalurkan kedua barang tersebut dengan cara membelakangi. Yang terjadi adalah banyak tepung dan air yang tercecer dan hanya sedikit yang sampai di peserta akhir. Kemungkinan buruknya, air atau tepung tadi tidak pernah bisa sampai di tangan peserta akhir. Yang terjadi kemudian, tempe goreng tidak pernah bisa terwujud. Kebijakan yang dicanangkan dalam dunia Pendidikan menyasar sebuah target. Jika penyaluran dan eksekusi tidak terlaksana dengan baik dan tepat, target kebijakan tidak akan pernah terwujud. Anggaran yang digunakan tercecer ke mana-mana tanpa pernah bisa sampai pada tujuaannya. Akhirnya, mimpi dunia Pendidikan hanya akan sebatas mimpi yang tidak pernah terwujud.
Dari analogi di atas, Kementerian Pendidikan perlu memastikan tiga hal setelah kebijakan baik anggaran dan luaran ditetapkan. Pertama, memastikan penyaluran atau peta implementasi kebijakan tersedia. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap tahapan yang ada mendukung terwujudnya luaran atau sasaran dari kebijakan tersebut. Kedua, eksekutor atau sumber daya Manusia yang terlibat dalam penyaluran. Pemerintah perlu memastikan bahwa setia orang yang terlibat harus memiliki tanggung jawab, bersih, dan memiliki misi yang sama. Setiap pihak yang terlibat harus memiliki kompetensi dalam melihat situasi, mengamati bagaimana setiap anggaran dapat disalurkan, dan memperhitungkan keamanan dan ketepatan. Ketiga, eksekutor akhir atau dalam analogi di atas adalah peserta akhir. Di posisi terakhir ini, diperlukan seseorang yang mampu meramu berbagai aspek, mengelola dan menggunakan sarana dan prasarana dengan tepat, sampai tujuan dari kebijakan ini tercapai.
Kementerian Pendidikan baik dasar sampai menengah hingga perguruan tinggi diharapkan mampu menjamin proses tersebut terlaksana. Bersih-bersih pegawai nakal dan korup perlu segera dilakukan. Keterbukaan informasi baik anggaran dan kebijakan di setiap tingkat birokrasi perlu digalakkan. Bahkan sampai di tingkat paling bawah, penyelenggaran Pendidikan yang bersih dan transparan, perlu ditegakkan. Budaya suap menyuap atau menjadikan Pendidikan sebagai proyek untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok harus segera ditinggalkan. Jangan sampai, sistem yang korup terus bertahan dan pada akhirnya akan merusak dunia Pendidikan ini sendiri.
Korupsi di dunia Pendidikan tidak boleh dianggap sebagai permasalahan atau pelanggaran hukum biasa. Tindakan itu adalah tindakan pengkhianatan terhadap masa depan bangsa dan cita-cita bangsa. Pendidikan adalah sarana untuk menciptakan generasi penerus. Sistem Pendidikan yang korup akan berpotensi mengancam kualitas sumber daya manusia masa depan bangs akita. Oleh karena itu, layaklah jika hukuman yang berat dan adil perlu diberikan kepada pelaku korupsi agar menjadi efek jera bagi pelaku dan juga oknum yang ingin korupsi. Pendidikan adalah pilar utama dalam tumbuh kembang manusia. Sifat alami manusia yang memiliki akal budi akan terus mampu beradaptasi dengan apa yang terjadi di sekitarnya, termasuk perubahan. Melalui Pendidikan, Manusia didukung untuk lebih mampu mengenali apa yang terjadi dan melanjutkan hidup. Ki Hajar Dewantara pernah menyampaikan bahwa tujuan Pendidikan adalah agar anak-anak (murid dan mahasiswa) sebagai Manusia dan sebagai anggota Masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Semua pihak perlu terlibat untuk mewujudkan hal tersebut. Jika semua elemen bergerak bersama, dengan dasar dan semangat yang sama, niscaya dunia pendidikan menjadi tempat anak-anak belajar dan tumbuh dengan aman dan nyaman.