Menggali Makna Ngabang Dalam Gawai Dayak
BORNEOBARU.ID – Orang Dayak tentunya tidak asing dengan tradisi Gawai Dayak. Tradisi yang selalu menghiasi pertengahan tahun atau setelah musim panen padi selesai. Tardisi ini bukan sebuah kewajiban semata namun sampai pada identitas suku Dayak. Di dalam Gawai Dayak sendiri terdapat sebuah tradisi yang unik yaitu tradisi ngabang.
Kita pasti sering mendengar kata ngabang, terutama bagi kalian yang berasal dari suku Dayak Desa. Sebuah kata yang tidak bisa dipisahkan dari kata Gawai. Kedua kata ini ibarat dua sisi uang koin, seperti yang dituliskan oleh RD. Gregorius Nyamin dalam tulisannya di Kompasiana.
Kali ini kita tidak akan membahas tentang Gawai Dayak. Kita akan menggali makna ngabang dalam tradisi Gawai Dayak.
Baca Juga: Mengungkap Asal Usul Nama Kota Pontianak
Apa Itu Ngabang?

Ngabang adalah sebuah tradisi dimana orang-orang pergi atau berkunjung ke tempat gawai Dayak berlangsung. Biasanya sebelum upacara Gawai Dayak berlangsung, keluarga atau kenalan kita akan memberikan informasi bahwa desa atau kampung mereka akan mengadakan Gawai tanggal sekian. Nah, kita yang berkunjung atau pergi ke kampung tersebut disebut pengabang yaitu orang yang melakukan tradisi ngabang.
Tradisi ngabang ttelah menjadi bagian dari suku Dayak itu sendiri, terutama bagi sub suku Dayak Iban yaitu Dayak Desa. Tradisi ini paling diminati oleh para anak muda sebab selain mencari hiburan dan bertemu keluarga mereka juga berharap mendapat pasangan.
Baca Juga: Perjalanan Suku Dayak Menuju Perdamaian Melalui Tumbang Anoi
Makna Tradisi Ngabang
Meskipun demikian, makna tradisi atau nilai yang terkandung di dalam tradisi ini sangatlah mendalam. Tradisi ngabang melambangkan persaudaraan dan persatuan yang erat bagi suku Dayak. Dilansir dari Blibliopedia, RD. Gregorius Nyaming telah menggali makna tradisi ngabang dalam Gawai dayak. Ia menulis bahwa ini berasal dari falsafah suku Dayak Desa sendiri. Mereka memiliki semboyan: kalau abis sama ampit/kalau abih sama baduk. Kalimat ini memiliki arti kalua habis sama-sama mendapat bagian/kalua habis sama-sama berhenti.
Ini menunjukan bahwa orang Dayak memiliki perhatian yang besar terhadap sesamanya. Mereka tidak ingin hasil bumi dinikmati sendiri namun dapat dirasakan oleh saudaranya juga. Selain itu, sikap ini menunjukan rasa syukur atas kebaikan Tuhan atas hidup mereka.
Selanjutnya, tradisi ini ingin mengatakan bahwa sejatinya manusia adalah orang yang selalu berinteraksi. Manusia sebagai makhluk sosial yang menyatakan bahwa manusia selalu hidup bersama dan bertumbuh kembang bersama.