NewsTerbaru

Kontribusi Triliunan Hasil Pertambangan, Kaltim Hanya Dapat Recehan

BORNEOBARU.ID – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah memberikan kontibusi yang besar dalam sektor pertambangan bagi negara, dengan jumlah mencapai Rp850 triliun. Namun, ironinya dana yang diterima oleh Provinsi Kaltim dari pertambangan sangat kecil.

Hal ini diungkap langsung oleh Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, yang menilai bahwa daerahnya hanya menerima sedikit. Sumber penerimaan pusat yang besar itu sebagian besar berasal dari penjualan batu bara. Namun, dana bagi hasil (DBH) yang diterima Kaltim hanya bersumber dari royalti dan iuran tetap yang nilainya sangat terbatas.

Baca Juga: Mimpi Mencerdaskan Bangsa di Tengah Budaya Korupsi: Sebuah Refleksi

Berdasarkan data terbaru, dari total Rp103,36 triliun royalti batu bara nasional, Kaltim menyumbang Rp34,55 triliun. Sayangnya, Provinsi Kaltim hanya menerima kembali sekitar Rp8,56 triliun atau kurang dari 25 persen.

Sementara dari iuran tetap sektor minerba sebesar Rp110 miliar, yang dikembalikan hanya Rp21 miliar. Bahkan dari penerimaan penjualan hasil tambang (PHT) yang mencapai Rp32,68 triliun, Kaltim tidak mendapat bagian sepeser pun.

Di tengah kontribusi besar terhadap APBN, infrastruktur di wilayah Kaltim, khususnya di daerah terpencil seperti Mahakam Ulu, masih sangat tertinggal. Harga kebutuhan pokok pun melonjak tajam, dengan harga semen yang bisa mencapai Rp1 juta per sak.

Gubernur Rudy menyebut ketimpangan ini sebagai bentuk ketidakadilan fiskal yang harus segera dikoreksi. Ia menegaskan bahwa daerah penghasil tidak bisa terus menerus dibiarkan menanggung beban sosial dan lingkungan dari aktivitas pertambangan tanpa mendapat kompensasi yang layak.

Baca Juga: Franciscus Sibarani Tinjau IKN, Dorong Istana Terbuka untuk Publik

Pemerintah Provinsi Kaltim bersama DPRD telah menyuarakan desakan kepada pemerintah pusat agar memperbaiki sistem pembagian DBH. Mereka mengusulkan agar mekanisme DBH mencakup pendapatan dari total penjualan hasil tambang, bukan hanya dari royalti dan iuran tetap.

Selain itu, pemerintah daerah meminta regulasi baru yang memungkinkan alokasi DBH yang lebih adil agar pembangunan di daerah bisa berjalan seimbang. Jika tidak segera diperbaiki, ketimpangan ini berpotensi menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat.

Bagikan ke sosial media