BudayaTerbaru

Ketika Benang Merajut Nilai-Nilai Kehidupan

BORNEOBARU.ID – Kita tahu bahwa Sintang memiliki sebuah kain tenun ikat yang terkenal hingga manca negara. Kain tenun yang tidak hanya memiliki nilai ekonomis, namun menyimpan filososfi kehidupan yang luar biasa di dalamnya.

Setiap motif yang ditunjukan dalam kain tenun ikat memiliki nilai dan makna yang berbeda. Motif kain yang dibuat bukanlah motif yang tidak ada artinya. Setiap motif yang terbentuk memiliki nilai dan arti yang luhur bagi orang Dayak.

Penenun biasanya membuat motif berdasarkan pengalaman, flora dan fauna, lingkungan hidup, sejarah, dan kepercayaan (Setyawan, 2023). Makna filosofis yang terkandung di dalam setiap motif tenunan diturunkan oleh nenek moyang secara lisan. Sebab, masa itu belum mengenal namanya tulisan, sehingga dapat merubah makna aslinya, bahkan dapat menciptakan makna baru.

Baca Juga: Tenun Ikat Dayak Sintang Sebagai Warisan Leluhur

Berbagai Motif Tenun Ikat

Motif Rabing atau buaya adalah motif yang melambangkan raja air, sebab buaya dipercayai sebagai penguasa air. Gaya ini termasuk ke dalam motif yang sakral, karena jika syarat tidak dipenuhi akan melemahkan penenun. Motif rabing ini ingin mengingatkan agar manusia  tidak merusak alam. Masyarakat Dayak percaya, setiap bencana alam yang terjadi adalah salah satu dampak dari kerusakan alam akibat tangan manusia. Jadi, motif ini mengajak manusia untuk terus menjaga dan melestarikan alam.

Motif merijam merupakan salah satu motif khusus dan juga termasuk ke dalam motif tua atau tuai. Corak ini dipercayai berasal dari ajaran para wanita buah kana (wanita yang mendiami langit) kepada nenek moyang orang Dayak. Merijam melambangkan kekuatan dan kesempurnaan serta penghubung antara manusia dengan tiga tanaman yang berguna bagi manusia, yaitu Tebelian, uwi, dan akar tenggang.

Motif rebung adalah motif yang biasanya terletak di ujung kain tenunan. Pohon bambu memiliki banyak manfaat bagi hidup manusia, mulai dari bambu muda hingga bambu tua. Penggunaan motif bambu dalam tenun ikat dipercaya dapat menangkal berbagai penyakit, seperti pagar bambu yang melindungi.

Motif encengrebung melambangkan kehidupan yang akan terus berlanjut dan tak akan mati seperti pohon bambu yang terus tumbuh. Para leluhur berharap penerus mereka dapat menghargai kehidupan dan memelihara kehidupan yang telah dianugerahkan. Selain itu, motif ini juga memiliki makna manusia selalu hidup bersama seperti bambu yang tak pernah tumbuh sendiri.

Baca Juga: Gawai Dayak Desa Emparu: Menuju Tahun Baru Yang Lebih baik

Motif ikan emperesung biasanya digunakan sebagai motif induk ataupun anak motif. Ikan emperesung adalah ikan yang banyak hidup di sungai, hidup berkelompok, dan dapat bergerak dengan sangat gesit. Melalui motif ikan ini, manusia diingatkan untuk terus memperbanyak keturunan. Selain itu, nenek moyang juga berharap agar manusia dapat bekerja dengan gesit seperti pergerakan ikan ini, supaya manusia dapat hidup sejahtera.

Motif perahu melambangkan sungai yang menjadi jalur transportasi utama pada zaman nenek moyang dulu. Selain itu, perahu adalah alat transportasi utama untuk mencari ikan, kayu, dan lain sebagainya. Sehingga, motif ini ingin menyadarkan manusia betapa besar peran air sungai bagi kehidupan.

Kain tenun ikat Sintang bukan hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga sarat akan makna filosofis yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur masyarakat Dayak. Setiap motif tenun, seperti rabing (buaya), merijam, rebung, encengrebung, ikan emperesung, dan perahu, mengandung nilai simbolis yang dalam. Setiap kain mencerminkan hubungan manusia dengan alam, kehidupan sosial, serta nilai-nilai spiritual dan kultural. Motif-motif tersebut menggambarkan pentingnya menjaga alam, mempererat hubungan sosial, menghormati kehidupan, dan mengingat asal-usul serta kebijaksanaan nenek moyang yang hidup selaras dengan alam.

Bagikan ke sosial media