NewsTerbaru

Hina Suku Dayak, Influencer Riezky Kabah Dijemput Paksa Polisi dan Jadi Tersangka

BORNEOBARU.ID – Setelah mangkir dua kali dari panggilan polisi, Riezky Kabah akhirnya dijemput paksa oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar. Riezky Kabah ditangkap pada Rabu malam, 1 Oktober 2025, di Jakarta.

Penangkapan itu dilakukan menyusul laporan terkait konten video Riezky yang dianggap menghina dan menyebut Suku Dayak menganut praktik ilmu hitam.

Polda Kalbar kemudian menetapkan Riezky sebagai tersangka kasus dugaan penghinaan dan ujaran kebencian pada 2 Oktober 2025. Setelah penjemputan di Jakarta, yang bersangkutan diterbangkan ke Pontianak untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Baca Juga: Kalimantan Barat Catat Kemiskinan Tertinggi di Pulau Kalimantan

Polda menyatakan konten yang diunggah Riezky dinilai menimbulkan kegaduhan dan meresahkan masyarakat sehingga ditindaklanjuti secara hukum.

Riezky Kabah ditetapkan sebagai tersangka dengan menggunakan Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE).

Sejumlah ormas dan OKP Dayak resmi melaporkan Riezky sejak 9 September 2025. Perwakilan pelapor menyambut baik langkah penegak hukum setelah laporan mereka ditindaklanjuti.

Ketua ormas yang menjadi pelapor menyatakan apresiasi kepada Polda Kalbar atas upaya penegakan hukum terhadap tindakan yang dinilai merendahkan martabat komunitas Dayak.

Kasus ini bermula ketika video Riezky berdiri di depan Rumah Radakng, rumah adat khas Dayak. Kemudian tersangka mengeluarkan pernyataan yang ditafsirkan sebagai hinaan dan pelecehan budaya.

Baca Juga: Polda Kalbar Tetapkan Tersangka Kasus Oli Palsu, Berkas Dilimpahkan ke Kejati

Video tersebut viral dan memicu reaksi keras komunitas setempat hingga akhirnya berujung pada pelaporan resmi ke polisi. Sebelumnya Riezky juga sempat menjadi sorotan publik karena beberapa komentar-komentar kontroversial lainnya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital tetap dibatasi oleh ketentuan hukum dan undang-undang. Dalam berekspresi tentunya kita tidak boleh mengandung unsur ujaran kebencian dan penghinaan berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Aparat penegak hukum menegaskan akan menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai proses hukum yang berlaku. Sementara tokoh dan organisasi masyarakat mengimbau agar kreator lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam membuat konten yang menyentuh identitas budaya.

Bagikan ke sosial media