Guru Mengajar, Negara Harus Mendengar
BORNEOBARU.ID – Setiap tahun kita memperingati Hari Guru Nasional, tepatnya pada tanggal 25 November. Namun, apakah sungguh hari ini patut dirayakan atau kita perlu merefleksikannya secara mendalam. Kita tahu bahwa guru adalah ujung tombak pendidikan. Tetapi justru mereka yang paling sering memikul beban besar dengan penghargaan yang belum memadai.
Indonesia masih menanggung jumlah besar tenaga pendidik non-PNS yang pendapatannya jauh di bawah standar layak. Data Kemendikbudristek menunjukkan 704.503 honorer pada 2022, dengan tambahan kategori GTT di daerah.
Baca Juga: Internet Rakyat 100 Mbps Hanya Rp 100 Ribu/Bulan
Kondisi gaji dan tunjangan sangat bervariasi, bahkan banyak yang berpenghasilan sangat rendah. Hal ini memunculkan ketidakpastian ekonomi yang langsung mempengaruhi profesionalisme kerja sehari-hari.
Kita tahu bahwa banyak kasus di mana pendidik hanya diberi imbalan sangat minim per bulannya. Belum lagi, para pendidik yang kerap kali mengalami diskriminasi dan kriminalisasi. Negara kita seakan memandang profesi pendidik sebagai pekerjaan yang mudah dan tidak perlu keahlian khusus.
Dari hal itu, muncul pertanyaan, sungguhkah hari ini patut dirayakan atau kita mesti membuka mata dan hati melihat realitas kehidupan seorang guru?
Baca Juga: ISKA Sintang Gelar Muscab V: Momentum Pembaruan dan Pelayanan Sosial
Kita mesti sadar bahwa investasi pada kesejahteraan guru adalah investasi pada masa depan bangsa. Negara-negara maju di dunia memiliki kualitas pendidikan yang sangat baik. Mereka sangat menghormati, menghargai, dan menopang kesejahteraan para pendidik.
Kesejahteraan bukan hanya meningkatkan motivasi, tetapi juga memungkinkan guru fokus pada pembelajaran, bukan bertahan hidup.
Ketika para pendidik hidup layak, mereka dapat mencurahkan energi untuk mengasah kompetensi. Tak hanya itu, mereka juga dapat merancang pembelajaran yang bermakna dan membimbing siswa sesuai kebutuhan zaman.
Hari Guru Nasional seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari nasib guru. Penghormatan bukan cukup berupa bunga, seremonial, atau ucapan. Penghormatan sejati adalah memastikan guru memperoleh kesejahteraan yang adil dan ruang yang luas untuk berkembang.


