OpiniTerbaru

Demonstrasi atau Disinformasi? Menjaga Arah Gerakan Mahasiswa

BORNEOBARU.ID – Situasi bangsa kita sedang berada pada fase yang mengkhawatirkan. Demonstrasi yang seharusnya menjadi sarana rakyat untuk menyuarakan keadilan kini sering berubah menjadi kekacauan. Pemukulan, penangkapan, pembakaran, hingga penjarahan telah mencoreng tujuan mulia aksi demonstrasi itu sendiri.

Jika dibiarkan, kondisi ini hanya akan semakin memperparah luka bangsa dan menjauhkan kita dari cita-cita awal: menegakkan keadilan dan memperjuangkan suara rakyat.

Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari adanya pihak-pihak yang bermain di balik layar. Informasi yang beredar di masyarakat kerap kali sengaja dibuat simpang siur.

Baca Juga: Gelombang Demo Memanas: Darurat Militer di Ujung Tanduk?

Kasus di Sintang menjadi contoh nyata. Di media sosial, ada akun yang menyebut aksi sebagai hoaks, ada pula yang menyatakan aksi benar terjadi. Akibatnya, publik dibuat bingung, bahkan tuntutan aksi pun melenceng jauh. Awalnya isu mengenai tunjangan DPR RI, bergeser menjadi sekadar kecaman terhadap aparat.

Inilah yang berbahaya, ketika suara rakyat kehilangan arah dan menjadi komoditas bagi pihak yang berkepentingan.

Masyarakat, terutama mahasiswa, memiliki peran penting untuk menjaga agar aspirasi tidak diselewengkan. Pikiran kritis adalah tameng yang harus selalu digunakan sebelum menerima atau menyebarkan informasi.

Jangan biarkan emosi menguasai logika, karena emosi mudah dimanfaatkan oleh pihak yang ingin menciptakan kekacauan. Jika mahasiswa kehilangan kejernihan analisis, maka gerakan yang seharusnya membawa pencerahan justru bisa menjadi alat politik orang lain.

Lebih jauh, kita perlu menegaskan kembali bahwa protes bukan berarti kebal hukum. Kemarahan memang wajar, namun meluapkannya lewat kekerasan hanya akan menciptakan korban baru.

Rakyat sudah cukup menderita, jangan sampai kita yang mengaku memperjuangkan keadilan justru menambah luka dengan tindakan yang melawan hukum.

Baca Juga: Mulai 2026, Sekolah Rakyat Akan Dibangun di Kabupaten Sintang

Aksi yang berlandaskan kekerasan tidak pernah membawa hasil jangka panjang. Justru hal itu memberi alasan bagi pemerintah untuk memperketat ruang demokrasi, bahkan membuka peluang darurat militer.

Kebingungan yang tercipta akibat informasi ambigu juga menandakan betapa pentingnya literasi digital masyarakat. Kita hidup di era ketika kebenaran bisa dengan mudah ditutupi oleh narasi yang diproduksi masif.

Jika kita tidak cermat, maka mudah sekali termakan isu yang sengaja diarahkan untuk mengaburkan perjuangan rakyat. Artinya, perjuangan di jalanan harus dibarengi dengan perjuangan di ruang digital. Kita harus mampu menyaring, memverifikasi, dan menguatkan narasi yang sesuai dengan tujuan awal.

Pada akhirnya, tujuan aksi rakyat harus kembali kepada akar. Kita satukan arah untuk menuntut keadilan dan kesejahteraan masyarakat, bukan terjebak dalam agenda tersembunyi. Kita boleh berbeda pandangan, boleh menyuarakan protes, tetapi arah perjuangan harus tetap jelas.

Jangan biarkan kepentingan sesaat menutup mata kita dari kepentingan besar yaitu menciptakan bangsa yang adil dan bermartabat. Jika tidak, maka semua pengorbanan akan sia-sia, hanya menjadi catatan buram dalam sejarah demokrasi kita.

Bagikan ke sosial media