BBM Langka, Warga Kapuas Hulu Terpaksa Beli Hingga Rp18 Ribu per Liter
BORNEOBARU.ID – Masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu kini menjerit lantaran harga BBM melambung jauh di atas ketetapan pemerintah. Warga pun terpaksa membeli Pertalite dan Solar dengan harga hingga Rp14.000 hingga Rp18.000 per liter. Padahal harga resmi Pertalite ditetapkan di angka Rp10.000 per liter dan Solar subsidi di Rp6.800 per liter.
Berdasarkan keterangan dari seorang warga yang tidak ingin disebut namanya mengungkapkan bahwa kelangkaan ini terjadi semenjak kemarau. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa harga di SPBU tetap standar, namun harga eceran melambung tinggi.
Baca Juga: Kalbar Catat Angka PHK Tertinggi di Kalimantan
“Kalau di SPBU tetap Rp10.000, yang naik itu harga di kios-kios karena BBM sulit sekarang. Sekarang mengambil BBM harus ke Pontianak bukan lagi ke Sintang atau Sanggau. Ini terjadi karena air surut sehingga ponton tidak bisa lewat lagi,” ujarnya.
Sementara itu, dikutip dari Pontianakpost anggota DPRD Kapuas Hulu, Alfian (PPP), menyatakan bahwa kenaikan harga BBM dibahas dalam berbagai forum masyarakat. Tak sampai di situ, kenaikan ini juga menjadi keluhan masyarakat yang diperbincangkan di warung kopi.
Ia menekankan perlunya pemerintah daerah menjelaskan secara transparan penyebab lonjakan harga ini. Salah satunya manajemen SPBU milik Pemkab, yang diharapkan bisa menjamin harga lebih stabil.
Di sisi lain, Pemkab Kapuas Hulu sudah mengajukan kuota BBM subsidi 8.270 KL Pertalite dan 4.826 KL Solar per bulan kepada Pertamina. namun hingga kini, belum jelas berapa banyak pasokan yang dikirim.
Baca Juga: Kalimantan Barat: Potret Keberagaman Etnis dan Peluang di Tengah Tantangan
Kondisi kemarau dan akses transportasi yang sulit membuat pengiriman BBM makin berat dan mahal. Hal ini yang kemudian mendorong beralihnya warga ke kios eceran dengan harga jauh di atas seharusnya.
Situasi di Kapuas Hulu saat ini menunjukkan kegagalan sistem distribusi BBM subsidi yang menyebabkan harga di tingkat eceran melampaui batas kebijakan. Tidak hanya mencederai prinsip subsidi, ini juga menimbulkan ketidakadilan sosial, mengingat masyarakat miskin justru yang paling terdampak. Pengawasan transparan dan pengetatan distribusi menjadi kunci agar BBM subsidi benar-benar dinikmati oleh rakyat.