Aktivitas PT Mayawana Persada Picu Kekhawatiran Lingkungan
BORNEOBARU.ID – Sepanjang tahun 2025, aktivitas pembukaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Mayawana Persada di wilayah Kalimantan Barat mendapat sorotan luas. Sejumlah organisasi pemantau dan masyarakat adat melaporkan bahwa penghilangan tutupan hutan terjadi di area konsesi PT Mayawana Persada. Pembukaan lahan ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dan sosial.
PT Mayawana Persada adalah perusahaan yang mengelola konsesi HTI yang luas di Kalimantan Barat. Catatan resmi menyebut luasan konsesi mencapai ratusan ribu hektar, sementara laporan pemantauan menunjukkan aktivitas pembukaan lahan yang signifikan di beberapa kabupaten seperti Ketapang dan Kayong Utara.
Baca Juga: Berdasarkan Data BPS, Biaya Hidup Kalimantan Melonjak
Klaim perusahaan pada situs resminya menyatakan mereka menjalankan HTI dengan prinsip keberlanjutan. Namun, temuan lapangan bertolak belakang dengan klaim tersebut menurut pemantau independen.
Data pemantauan yang dipublikasikan oleh koalisi masyarakat sipil dan organisasi lingkungan menunjukkan angka-angka serius.
Hasil monitoring menyebutkan deforestasi yang terdeteksi sepanjang 2024 mencapai sekitar 4.633,05 hektar. Kemudian, laporan lain menyatakan akumulasi pembukaan lahan puluhan ribu hektar sejak beberapa tahun terakhir. Angka-angka ini memperlihatkan pola ekspansi yang masif dan berkelanjutan di area kerja perusahaan.
Dari sisi lingkungan, pembukaan hutan oleh perusahaan dilaporkan juga menyentuh kawasan lahan gambut dan area yang berperan penting bagi habitat satwa seperti orangutan.
Temuan lapangan melaporkan penggalian kanal, pengeringan gambut, dan fragmentasi hutan yang dapat mempercepat emisi karbon, merusak fungsi hidrologi, serta meningkatkan risiko banjir di komunitas sekitar. Temuan seperti ini menjadi dasar kekhawatiran akan timbunlnya kerusakan yang sangat serius.
Baca Juga: Rahasia di Balik 91% Persahabatan yang Kandas Tanpa Disadari
Selain itu, operasi perusahaan memicu konflik dengan masyarakat adat setempat. Laporan dan rilis organisasi masyarakat sipil menyebutkan adanya kriminalisasi terhadap warga yang menolak pembukaan lahan. Tak hanya itu, hal ini juga menimbulkan ketegangan adat, serta masyarakat menuntut ganti rugi dan pemulihan lahan.
Beberapa kasus penahanan atau intimidasi aktivis lingkungan juga dilaporkan, sehingga persoalan bukan hanya lingkungan tetapi juga HAM dan akses atas tanah adat.
Menyikapi temuan tersebut, masyarakat sipil dan organisasi lingkungan mendesak pemeriksaan independen oleh instansi terkait. Jika ditemukan pelanggaran izin atau aturan lingkungan maka dapat ditindak secara hukum.
Sementara itu PT Mayawana Persada di laman resminya menegaskan komitmen pada prinsip pengelolaan kehutanan yang berkelanjutan. Klaim ini menuntut verifikasi lapangan oleh pihak independen.
Pemerintah daerah dan pusat diharapkan menindaklanjuti temuan dengan transparan agar kepentingan lingkungan dan masyarakat terdampak terlindungi.


