OpiniTerbaru

Gagasan yang Menjadi Peristiwa: Sejarah Keuskupan Sintang

BORNEOBARU.ID – Sejarah berdirinya Keuskupan Sintang tentunya tak terlepas dari pengaruh misionaris zaman kolonial. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan Pastor I.P.M Sandres yang menginjakkan kaki pertama kali di bumi Borneo pada tahun 1816. Awalnya, ia datang untuk mengawali karya misi, namun ia merasa waktunya belum tepat. Baru pada tahun 1851-1852, Pastor Sandres kembali dan berharap dibukanya karya misi di antara orang Dayak yang kala itu menganut paham Animisme.

Berangkat dari Gagasan

Pada tanggal 25 Februari 1884, Mgr. Adamo Claessens, Pr mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda, G.G. Van Ress Buitenzorg (Bogor). Pertemuan itu diadakan untuk membahas karya misi di Kalimantan. Kemudian pada 7 Agustus 1884, surat perizinan diberikan, maka dibukalah misi di tanah Borneo. 

Pastor pertama yang diutus ialah Pastor Walterus Stall S.J dan ditugaskan di Singkawang. Di sana, ia melayani 350-an umat Katolik yang terdiri dari keturunan Tionghoa, beberapa orang Belanda sipil, dan beberapa tentara. Hingga tahun 1885 Singkawang ditetapkan sebagai paroki oleh Vikariat Batavia dan Pastor Stall yang menjadi Pastor parokinya.

Waktu Pastor Stall menjabat, ia diminta untuk berkunjung ke Sambas, Mempawah, dan ke daerah Hulu Kapuas. Namun karena terlalu jauh beliau memilih Sebalau sebagai daerah misinya. Ia memilih Sebalau karena ia pernah ke hulu Kapuas dan orang Dayak di sana terlalu sedikit jadi ia tetap memilih Sebalau. Namun karena Sebalau masih daerah kekuasaan Sultan Sambas akhirnya ia memilih Semitau.

Paroki Pertama

Pada tanggal 3 April 1889, Semitau ditetapkan sebagai paroki dan menjadi paroki pertama Keuskupan Sintang saat ini. Ketika ingin memulai pelayanan surat izin belum dikeluarkan. Baru pada tanggal 29 Juli 1889 surat izin diberikan, Pastor H. Looymans yang diutus ke sana. Seiring berjalannya waktu, beliau merasa Semitau bukanlah tempat yang cocok. Jadi pada tahun 1891 ia dijemput oleh 3 orang bersaudara yaitu: Babar, Bantan, dan Unag untuk pergi ke Sejiram.

Misi awalnya sungguh sulit. Ia tinggal sendirian, belum lagi para orang tua tidak mau berhaluan dari kepercayaan Animismenya. Mereka hanya ingin dibaptis saat menjelang ajal mereka. Karena misi yang begitu sulit, beliau pun jatuh sakit dan dirawat di Singkawang (8 bulan). Namun tantangan itu tidak membuat ia lemah, perlahan-lahan ia mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat meskipun mereka harus diberi hadiah.

Pastor Looynans merasa prihatin dengan perekonomian umat, jadi ia membantu mereka dengan membuka peternakan babi, kambing, serta kebun kopi. Dari usahanya tersebut, kurang lebih selama 7 bulan ia telah membaptis 58 anak-anak. Melihat mereka sering bermain di pastoran, mengikuti Misa Kudus, dan makan di pastoran, ia mendirikan sebuah asrama. Ia mengajar mereka membaca, menulis dan berhitung. Mereka umumnya akan pergi kembali pada orang tua mereka, jika panenan hasil dari ladang (hasil bumi) cukup dan melimpah. Namun mereka akan kembali ketika mengalami kekurangan.

Awal Misi dan Pembaptisan

Pada bulan Desember 1892, angkatan pertama dibaptis dan menerima Komuni Pertama pada 1 November 1893. Ia kala itu dibantu oleh Willem (Manado) yang berprofesi sebagai guru. Baru pada tahun 1893 ia mendapat teman bernama Pastor H. Mudar. Namun Pastor itu hanya bertahan selama 2 tahun karena takut menjadi korban ngayau (orang mencari kepala).

Karya Pastor Looymans bisa dibilang berhasil. Pada tahun 1897 ia melaporkan ada 476 orang dibaptis sejak tahun 1890, 429 yang masih hidup, 2007 orang di Sejiram, 181 di Putusibau, dan 41 di Nanga Badau. Pastor Looymans S.J adalah perintis Keuskupan Sintang.

Gagasan Menjadi Awal Peristiwa

Seorang Prefak kongregasi Propaganda Fide yaitu Kardinal Gregorius Agagian berkunjung ke Jakarta pada 25 September 1951 untuk mengadakan pertemuan di kedutaan besar Vatikan. Pertemuan ini membahas tentang pendirian Keuskupan di Indonesia (Repubblica Indonesiana Episcopalis Hierarchia a Constituitur). 

Tokoh-tokoh yang terlibat ialah 15 Prefek dan vikaris Apostolik yang tergabung dalam Dewan Waligereja Pusat (DEWAK) yang menjadi asal usul MAWI. Pertemuan itu diteruskan oleh para prefek dan Vikaris bersama Propaganda Fide di Girisonta pada 9-16 Mei 1960. Pertemuan ini memutuskan dan mengirim surat kepada Paus Yohanes XXIII untuk mendirikan Keuskupan di Indonesia.

Sebuah Langkah Bersejarah

Berdasarkan Konstitusi Paus Yohanes XXIII tanggal 3 januari 1961, Quod Christus, Adorandus Dei Filius, dan bersama Prefek dan Vikariat, menetapkan Sintang menjadi sebuah Keuskupan. Dalam surat Apostolik Sacrarum Expeditionum, tanggal 20 Maret 1961 oleh Paus Yohanes XXIII menegaskan konstitusi itu. Pada tanggal 16 Mei 1961, Paus Yohanes mengangkat Mgr. Lamberus Van Kessel, SMM menjadi Uskup Sintang.

Pada tanggal 15 Agustus 1961, beliau ditabiskan di Leoven, Belgia oleh Uskup Agung Blantyre dari Malawi. Dua bulan kemudian barulah ia pindah ke Sintang. Sekitar bulan Oktober 1961 setelah mencari donatur, selanjutnya ia pun dilantik menjadi Uskup Sintang dan Sintang pun resmi menjadi Keuskupan. Sebagai sebuah Keuskupan, ia harus bisa mandiri sesuai dengan instruksi Quum Nimis mengenai Ius Commissiones, sebuah ketentuan mengenai visi misi Propaganda Fide, bahwa pada tanggal 8 Desember 1929 yang menetapkan wilayah misi (prefek dan Vikariat Apostolik diserahkan pada tarekat tertentu).

Tantangan Awal Keuskupan Sintang

Awalnya Keuskupan yang benar-benar baru ini mengalami masalah yang besar berkaitan dengan pemenuhan dana dan tenaga imam. Beberapa Pastor Belanda yang libur berusaha mencari dana di negara mereka untuk memenuhi tuntutan di Keuskupan Sintang.

Waktu pun terus berjalan, sekitar tahun 70-an, uskup pertama Sintang Mgr. Lambertus Van Kessel SMM mengundurkan dirinya, tepatnya pada 25 Mei 1973. Hal itu ia lakukan karena mengingat kondisi kesehatannya yang menurun dan ia sering sakit. Akhirnya tanggal 15 Agustus 1973 dalam Oservatore Romano baru disetujui pengunduran dirinya. Ia mengabdi pada Keuskupan Sintang kurang lebih 25 tahun lamanya. Setelah itu Tahta Apostolik mengangkat pastor Lambertus Van Den Born SMM, sebagai Administrator Keuskupan Sintang.

Uskup Lambertus Van Kessel menyerahkan jabatannya pada 18 Agustus 1973. Setelah diserahkan oleh Propaganda fide tanggal 25 Mei 1973 kepada Mgr. Lambertus Van Den Born SMM. Beliau berangkat ke tanah kelahirannya pada 8 Oktober 1973.

Karena belum ada uskup di Sintang, maka Mgr, Lambertus Van Den Born SMM sebagai Administrator Apostolik harus menyerahkan terna yang terdiri atas tiga orang nama yang nantinya akan menjadi Uskup Sintang. Awalnya hanya Rm. Isyak Doera Pr dan Rm. Aloisius Ding SMM, namun karena saran, akhirnya hanya Rm Isak Doera dan Mgr. Lambertus Van Den Born. Kemidian oleh Paus Paulus VI dalam Bulla Quonodam Praedicare Evangelium Usque Ad Ultimum Terrae Est Munus Ecclesiae menetapkan Rm. Isak Doera sebagai Uskup Sintang. Hal itu baru dipublikasikan pada 2 Februari 1977.

Langkah Berani di Tengah Krisis dan Pentahbisan Mgr. Agustinus Agus sebagai Uskup Sintang

Pada tahun 90-an terjadi konflik internal antara Mgr. Isak Doera dengan Pastor Josep Van Liber SMM yang menjabat sebagai ekonom Keuskupan. Konflik yang awalnya internal menjadi eksternal, hingga Mgr, Isak Doera pada tanggal 1 Januari 1996 menulis surat pengunduran dirinya sebagai Uskup Keuskupan Sintang. Hal itu disetujui oleh Tahta Apostolik dan Tahta Suci meminta untuk menutup Serikat Hidup Kerasulan (Regnum Dei) yang Beliau dirikan tahun 80-an. Tahta Apostolik menyetujui hal itu. Pada tanggal 19 Januari 1996 mengangkat Mgr. Agustinus Agus Pr menjadi Administator Apostolik Keuskupan Sintang.

Tiga tahun kemudian, Mgr, Agustinus Agus Pr diangkat menjadi uskup Sintang, melalui Bulla Tahta Apostolik Tanggal 20 Oktober 1999 diusianya yang baru 50 tahun. Berulah pada tanggal 6 februari 2000 ia ditahbiskan oleh Mgr. Julius, Kardinal Darmaatmadja S.J. Dengan Konsektrator adalah Nuncio, Mgr. Renza Fratini, serta Heironimus Bumbun.

Menuju Keuskupan yang Maju

Seiring berjalanya waktu, Keuskupan Sintang terus bertumbuh menjadi Keuskupan yang semakin maju. Hingga kini imam deosesannya mencapai 49 orang. Sungguh sangat menunjang dalam berbagi aspek pelayanan demi mensejahterakan umat Keuskupan Sintang.

Beberapa tahun kemudian, pada hari Selasa, 3 juni 2014 Mgr. Agustinus Agus diangkat oleh Paus Fransiskus menjadi Uskup Agung Pontianak menggantikan Mgr. Hieronimus Bumbun OFM Cap. Akhirnya pada tanggal 21 Desember 2016 setelah dua tahun mengalami kekosongan, Paus Fransiskus mengangkat Mgr. Samuel Oton Sidin OFM Cap. menjadi Uskup Keuskupan Sintang yang baru. Ia ditahbiskan pada tanggal 22 Maret 2017 dan menjadi Uskup Keuskupan Sintang sampai hari ini.

Sumber:Dokumen Keuskupan Sintang 2017 & 2021

Bagikan ke sosial media