Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Kantor Pusat Bank Kalbar
BORNEOBARI.ID – Baru-baru ini, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) menetapkan tiga mantan pejabat Bank Kalbar sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah. Ketiga tersangka ditahan karena terindikasi melebihkan anggaran dalam pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat Bank Kalbar pada tahun 2015. Sekarang, tiga tersangka masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah beberapakali menolak panggilan yang diminta oleh para penyidik.
Baca Juga: Daging Sapi Impor Menekan Pembelian Daging Sapi Lokal
Sementara itu, identitas ketiga tersangka telah dipublikasi, Samsiar Ismail, mantan Direktur Umum Bank Kalbar tahun 2015; Sudirman HMY, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama; dan M. Faridhan, yang bertindak sebagai Ketua Panitia Pengadaan.
Dalam proses pengadaan tanah yang memiliki luas 7.883 meter tersebut anggaran yang dikeluarkan sebanyak Rp99,1 miliar. Dari anggaran yang dikeluarkan, ditemukan indikasi kelabihan pembayaran hingga Rp39 miliar. Dana tersebut diduga mmengaril ke dalam rekening pribadi pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Ketiga tersangka tidak bertindak secara kooperatif karena tidak memenuhi panggilan dari penyidik. Oleh karena itu, para tersangka dimasukan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Baca Juga: Jurnalis Wanita Asal Banjarbaru Dibunuh oleh Oknum TNI AL
Pihak berwenang pula telah menghampiri tersangka ke kediamannya. Namun, yang bersangutan tidak berada di tempat. RT setempat mengatakan bahwa tersanga telah lama tidak berada di alamat tersebut.
Menaggapi hal tersebut, para penyidik meminta bantuan dari masyarakat untuk melaporkan ke pihak yang berwenang jika mengetahui keberadaan para tersangka. Selain itu, penyidik juga telah berkoodinasi dengan pihak berwenang untuk terus mencari para tersangka.
Hal ini kiranya menjadi perhatian yang serius untuk pihak penegak hukum. Supaya, ketiga tersangka dapat diproses sesuai hukum yang berlaku dan dikenai sanksi yang setimpal.
Para tersangka terjerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.