NewsPolitikTerbaru

Pengesahan RUU TNI oleh DPR Meski Mendapat Penolakan

BORNEOBARU.ID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada kamis pagi, 30 maret 2025. Pengesahan RUU ini mendapat banyak penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Meskipun masyarakat menolak, DPR tetap kukuh untuk mengesahkan RUU TNI. RUU ini dinilai berpotensi membawa dampak negative terhadap refirmasi yang telah berlangsung selama 27 tahun.

Berikut ini pembahsan mengenai alasan penolakan RUU TNI dan tanggapan pemerintah serta DPR atas pengesahan RUU TNI.

Baca Juga: Makna Mendalam di Balik Logo Provinsi Kalimantan Barat

Kekhawatiran terhadap Peran Militer di Sektor Sipil

Revisi Undang-Undang ini memperluas peran militer di ranah sipil. Beberapa pasal dalam draf revisi memuat peluang bagi perwira aktif untuk menduduki jabatan di kementrian dan Lembaga sipil. Hal ini dinilai sangat bertentangan dengan semangat reformasi yang mengharuskan militer untuk fokus pada keamanan negara. Pada saat demo yang terjadi pada 20 Maret 2025, para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) memaparkan bahwa sejarah telah membuktikan demokrasi dan supremmasi sipil terancam oleh intervensi militer. Mereka menilai TNI harusnya berfokus pada pertahanan negara, bukan merambah ke ranah sipil.

Potensi Pelemahan Kontrol Sipil terhadap Militer

Alasan lain yang mendasari penolakan RUU TNI adalah karena dinilai dapat melemahkan control sipil terhadap militer. Hal ini berisiko mengurangi prinsip supremasi sipil yang menjadi salah satu pilar demokrasi di Indonesia. Kekhawatiran bahwa RUU ini dapat menghidupkan kembali dwifungsi militer yang mengancam demokrasi, negara hukum, dan HAM telah disampaikan oleh banyak pihak, termasuk oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Dampak terhadap Profesionalisme TNI

Revisi UU TNI juga dapat mengurangi kompentensitas dan fokus utama prajurit dalam menjalanan tugas pertahanan negara. Banyak dari akdemisi dan pengamat militer menyuarakan bahwa ini akan menyebabkan terjadinya distorsi dalam struktur organisasi. Selain itu, hal ini juga dapat menggangu profesionalisme militer sebagai alat pertahanan negaara yang netral dan indepanden. Putri sulung presiden ke-4, Alissa Wahid mengatakan bahwa draf RUU TNI terlihat menjauhkan TNI dari semangat profesionalitas sebagai prajurit.

Baca Juga: Pasar Terapung Sebagai Warisan Budaya

Kurangnya Transparansi dalam Pembahasan

Selain banyak hal di atas yang dianggap kontraversial, peroses pemabahasan RUU TNI juga menjadi sorotan. Kurangnya transparansi dalam perumusan meningkatkan kekhawatiran akan agenda tersembunyi yang dapat merugikan demokrasi. Selain itu, pembahsan revisi UU ini tidak melibatkan masyarakat sipil secara luas.

Respon Pemerintah dan DPR

Pemerintah dan DPR mengatakan bahwa pengesahan revisi UU TNI telah melalui prosedur dan memenuhi semua azas legalitasyang berlaku. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa mereka tetap menegakkan supremasi sipil, hak-hak demokrasi, dan hak asasi manusia. Ia juga menegaskan bahwa masyarakat, terutama para mahasiswa diharapkan tidak berburuk sangka. Pengesahan revisi UU ini demi perkembangan bangsa dan negara.

Bagikan ke sosial media