BudayaTerbaru

Sejarah dan Perkembangan Orang Melayu Kalimantan Barat

BORNEOBARU.ID – Kalimantan adalah pulau terbesar yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan kekayaan yang melimpah, Kalimantan menyimpan berbagai keunikan di dalamnya. Termasuk suku bangsa yang dimilikinya. Kebanyakan orang mengenal bahwa suku Dayak satu-satunya etnis terbesar yang mendiami pulau Borneo tersebut. Ternyata, suku Melayu adalah salah satu suku terbesar yang mendiami pulau Kalimantan. Suku yang berkembang dan berdinamika bersama dengan suku Dayak. Mari kita lihat sejarah dan perkembangan orang Melayu di Kalimantan Barat.

Baca Juga: 5 Makanan Khas Kalimantan yang Wajib Dicoba

Sejarah Masuknya Orang Melayu

Masuknya orang Melayu di Kalimantan Barat menandai masuknya agama Islam di Kalimantan. Penyebaran agama Islam dilakukan oleh para pendatang dari Semenanjung Malaka dan Sumatera. Setelah itu, diikuti oleh penyebar agama dari Arab, Yaman, India, dan Pakistan. Proses penyebaran dimulai dari aliran Sungai Sambas yang menjadi cikal bakal berdirinya Kesultanan Sambas. Kemudian, mereka menyebar ke wilayah lain seperti Singkawang, Mempawah, Pontianak, dan seterusnya hingga ke pedalaman. Proses ini berlangsung dari tahun 1550 hingga 1800 Masehi.

Bedasarkan cerita rakyat, kedatangan orang Melayu menyebabkan orang asli terdesak. Orang Dayak yang awalnya tinggal di daerah pantai Kapuas harus meninggalkan tempat itu dan pergi kepedalaman. Kedua suku ini hidup secara terpisah sebab perbedaan kebiasaan dan agama. Sejarah tersebut menjadikan Suku Melayu sebagai suku terbesar kedua setelah suku Dayak di Kalimantan Barat.

Perkebangan Budaya Melayu

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Melayu membentuk identitas diri dalam berbagai aspek, baik yang bersifat umum maupun khusus. Secara umum, budaya Melayu mencakup tradisi seperti silat, jepin, barzanji, tepung tawar, dan berbagai jenis kuliner khas. Sementara itu, identitas budaya yang bersifat khusus merujuk pada sub-kelompok Melayu tertentu dengan tradisi unik mereka, seperti bubur padas, kue lapis, saprahan, dan balale’ untuk masyarakat Melayu Sambas; asam pedas dan meriam karbit untuk Melayu Pontianak; ale-ale sebagai makanan khas Melayu Ketapang; serta temet (kerupuk basah) dan lamoy untuk masyarakat Melayu di Kapuas Hulu.

Sub Suku

Suku Melayu memiliki beberapa sub-kelompok yang digolongkan berdasarkan asal-usul mereka. Kelompok Melayu Asli (Indigenous Malays) adalah mereka yang telah lama bermukim di Kalimantan Barat, bahkan sejak era Melayu lama (Proto Melayu). Mereka ini kemudian terbagi lagi berdasarkan geografis dan karakteristik dialek, seperti mereka yang tinggal di Pesisir yang meliputi sub-kelompok Melayu Sambas, Mempawah, Kubu Raya, dan Pontianak. Selain itu, terdapat juga kelompok Kontemporer (Contemporary Malays) yang merupakan pendatang dari berbagai kawasan di luar Kalimantan Barat, seperti Sumatera, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, serta Malaysia.

Baca Juga: Tari Zapin: Tradisi Melayu yang Bertransformasi di Era Digital

Upaya Pelestarian

Pelestarian budaya Melayu terus dilakukan melalui berbagai kegiatan dan festival budaya. Seperti, Festival Seni Budaya Melayu (FSBM) XII yang diadakan di Kabupaten Sekadau menampilkan upacara adat dari berbagai kabupaten di Kalimantan Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan melestarikan adat serta budaya Melayu yang ada di setiap kabupaten. Contohnya, Kabupaten Sekadau menampilkan adat “malam berjaga pengantin”, Kabupaten Sanggau menampilkan adat “Manik benih dan nugal”, dan Kabupaten Kapuas Hulu menampilkan adat “Besurung hantaran kepada mempelai perempuan”.

Selain itu, pentingnya melestarikan budaya Melayu di tengah arus globalisasi juga disampaikan oleh Ketua Umum Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI), Rahmad Mas’ud. Ia menekankan bahwa budaya Melayu memiliki kekayaan yang luar biasa, mulai dari nilai-nilai kesantunan, kebersamaan, hingga toleransi, yang harus terus dijaga agar tidak hilang dan tetap relevan dalam kehidupan masyarakat. Rahmad juga menyoroti peran generasi muda dalam pelestarian budaya, dengan harapan mereka lebih aktif mengenal dan mencintai warisan budaya untuk menjaga identitas di tengah pengaruh globalisasi.

Sumber:

Ahyat, I. S. (2012). DINAMIKA DAN PENGARUH BUDAYA MELAYU DI KALIMANTAN BARAT. Prosiding The 4th International Conference on Indonesian Studies: “Unity, Diversity and Future”, 424-438.

Bagikan ke sosial media