NewsTerbaru

80 Persen Perceraian di Kalbar Diajukan Perempuan, Ini Penyebabnya

BORNEOBARU.ID – Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Kota Pontianak menyatakan bahwa angka perceraian di Kalimantan Barat saat ini tergolong tinggi. Lebih dari 80 persen kasus perceraian diajukan oleh pihak perempuan. Hal ini disampaikan oleh Ketua PTA Pontianak, H. Moch. Sukkri, tepat saat penandatanganan nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Kalbar pada 12 Agustus 2025.

Penyebab kasus ini di Kalbar teridentifikasi cukup beragam. Kini Kabupaten Ketapang menempati posisi tertinggi kasus perceraian, menggantikan Kabupaten Sambas. Faktor utama adalah perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga.

Baca Juga: BBM Langka, Warga Kapuas Hulu Terpaksa Beli Hingga Rp18 Ribu per Liter

Hal ini seringkali dipicu oleh masalah ekonomi, judi online, pinjaman online, serta minimnya komunikasi karena salah satu pasangan bekerja di luar daerah atau negeri.

Di sisi lain, Wakil Bupati Kubu Raya mengungkap bahwa dampak negatif media sosial turut menjadi pemicu konflik rumah tangga.

Perceraian ini memberikan dampak yang amat serius bagi anak. Anak-anak dianggap sebagai pihak paling rentan. Mereka berada di tengah ketidakstabilan emosional dan ekonomi yang diakibatkan oleh perpisahan orang tua.

Selain itu, tingginya angka perceraian berpotensi memperlemah struktur keluarga, menciptakan kebutuhan lebih besar akan layanan hukum, konseling, dan perlindungan sosial.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak, H. Moch. Sukkri menekankan pentingnya keteladanan dari aparatur sipil negara (ASN) dalam menjaga keharmonisan keluarga. Selain itu, keberadaan Pos Bantuan Hukum di desa dan kelurahan diharapkan juga dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa dari akar rumput.

Baca Juga: Kalbar Catat Angka PHK Tertinggi di Kalimantan

Selain itu, PTA Pontianak mengajak BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan) untuk menerbitkan sertifikat mediasi sebagai syarat sebelum perkara perceraian diajukan. Langkah ini diyakini membantu menekan angka perceraian melalui jalur mediasi efektif dan legal formal.

Jika setiap elemen masyarakat turut serta dalam menyosialisasikan strategi mediasi dan edukasi keluarga, maka kasus perceraian dapat ditekan. Kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan pencari keadilan juga diharapkan semakin terlindungi. Namun, jika pemicu-pemicu seperti konflik ekonomi, digital, dan komunikasi tetap diabaikan, angka perceraian bisa terus meningkat.

Bagikan ke sosial media